Senin, 09 Februari 2009


SEBUAH EVALUASI tentang CINTA

"Cinta adalah jatan pintas menuju perubahan.
Betapa banyak jiwa yang berubah menjadi baik disebabkon oleh cinta.
Berapa banyak akal yang terhenti dikarenakan oleh cinta.

INI MUNGKIN kesekian kali per kataan Jasm Badr Al Muthawwi' diangkat Al Izzah menjadi prolog. Dalam beberapa hal ungkapan tersebut terasa masih relevan untuk melukiskan dunia cinta yang tejadi dialam ini. Banyak manusia telah berubah disebabkan oleh cinta. Ada yang berubah menjadi baik, seperti orang yang berpindah dari kegelapan menuju cahaya. Tetapi ada pula yang menjadi gila, tak ubahnya bagai melangkah menuju kegelapan dari dunia terang benderang.
Cinta, telah menjadi jalan pintas menuju perubahan yang sukses dan bemilai positif jika selalu disandarkan kepada Allah SWT. Cinta pasti berbuah semangat yang memicu mobilitas seseorang dalam beramal shalih. Bukan hanya sekedar terlihat dari kuantitas amal shalih tersebut tetapi juga pada kualitasnya. Sebagaimana orang yang sedang kasmaran -¬tentunya dalam konteks yang Positif , kerinduan yang menggebu membuatnya ingin selalu bertemu. Dan apabila bertemu ia ingin mempersembahkan yang terbaik untuk kekasihnya itu.
Pengorbanan dalam cinta menjadi sesuatu yang wajar. Sebab pengorbanan merupakan resiko keimanan dan ujian cinta yang menuntut pembuktian. Berani berkorban berarti berani mencintai kesulitan dan rin¬tangan. Orang orang yang penuh gelora cinta dan keimanan menganggap rintangan dan kesulitan adalah hal yang harus ia cintai sama dengan ia men¬cintai kenikmatan dan kese¬nangan. Bahkan kesulitan dan rintangan itu menjadi tali pecut yang mampu membangkitkan jiwa dan menggerakkannya dengan kekuatan yang dahsyat. Harta dan jiwa raga serta segala macam pengorbanan menjadi sebuah konsekuensi yang logis bagi orang yang sudah gila cinta. Karena itu, besar dan kecilnya pengorbanan seorang mukmin juga menjadi tolak ukur sebe rapa besar cinta, dan keimanannya kepada Allah dan Rasul Nya
"Cinta adalah jalan pintas menuju Perubabn. " Kalimat ini mengingatkan kita kepada para sahabat Rasulullah saw. Mereka dahulu adalah para penyembah berhala, api, harta, hawa nafsu dan apa saja selain Allah SWT Namun, seorang yang penuh cinta diutus oleh Allah SWT kepada mereka agar mereka bisa mengenal kebesaran cinta Zat yang menciptakan diri mereka clan alam semesta ini dan meng¬esakan cinta. itu. Rasulullah saw berhasil menanarnkan ruhul 'mahabbah ke dalam jiwa para sahabat. Ruhul mahabbah yang bersatu dengan ruhul iman dimana kedua terus menyertai denyut hati, langkah ~aki dan ketajaman akal mereka.

Cinta, Aneh tap! Nyata
Aneh tapi nyata, persoalan cinta kadang ticlak seturnit clan sedahsyat itu. jika para Sahabat Rasulullah membuktikan cinta dalam konteks yang sangat luas dan bermanfaat. Anehnya, zaman kita menghadirkan kisah cinta instan yang tidak serumit paparan di atas. Namun fakta¬nya seluruh baclan clan jiwa tera¬sa tak berdaya melawan arusnya.
Cinta dipersepsikan seke¬dar ketertarikan "Aku Suka Kamu" dan "Kamu suka Aku" yang bisa dijajakan di sembarang tempat, di setiap waktu dan di hadapan siapa saja. Seorang gadis yang mendengar kalimat itu, langsung memberikan segala yang dimilikinya. Sebuah pe¬ngorbanan lucu dan naif untuk sesuatu yang bernama cinta. Begitu pun dengan seorang lelaki yang kalimat perasaannya ter¬balas, lalu berhak menjelajah aurat yang bukan haknya. Meski itu diawali hanya sebuah pe¬gangan tangan.
Cinta bisa juga muncul tidak berdasarkan pertimbangan yang lengkap. "Cinta tumbuh karena. sering bertemu", "yang penting wajah, yang lain bisa menyusul kemudian", "Abis orang kaya sih, kapan lagi ada kesempatan peningkatan status sosial", "aku pilih kau karena titel dokter" dan lain lain. Motif duniawi menjadi terdepan. la mengalahkan impian tentang surga abadi dan keridhaan Tuhan. Pertanyaannya, apa yang tersisa jika waktu dunia berlalu? la memakan kecantikan, me¬nelan harta dunia, merobek nilai kebanggaan duniawi dan mate¬rialistik. Mau apa kalian? Me¬ninggalkan dunia, tanpa impian surga abadi dan keridhaan Allah. Ah, itu terlalu berani!

Pahitnya Sebuah Evaluasi
Sayangnya, virus ini juga menghinggapi tubuh tubuh tegap pemuda pemudi dakwah. Persoalan cinta yang seharusnya bisa bermanfaat, malah merusak seluruh jaringan tubuh, syaraf otak dan urat hatinya. Padahal apa yang kurang dari dakwah? Di dalamnya ada wajah Allah SWT yang Agung dan Kekal. Ada keindahan Islam dengan taman bunga ajarannya yang indah. Ada ukhuwah dan kasih sayang persaudaraan yang mempesona setiap jiwa. Ada jerih payah dan kumpulah debu yang dihargai setinggi langit. Ada tangisan dan darah yang ber¬hadiah surga. Apa lagi yang kurang dari dakwah?!
Kenapa harus berpaling darinya? Hanya karena cinta se¬sederhana itu. Kenapa harus mencuri kesempatan, mencari kesenangan sesaat? Kalau Allah telah memberikan yang terbaik untukmu. Kenapa harus khawa¬tir, lalu frustasi? Tahukah engkau dunia itu kecil, hina dan fana.
”Mbak, ana takut kehi¬langan dia."
"Ada apa dengan anti?"
"Kami telah melakukan hal jauh di luar batas. "
Sebuah pukulan menyakit¬kan! Mengapa itu bisa terjadi di saat engkau telah mendapat hidayah? Mengapa tidak engkau tuntaskan maksiatmu dulu lalu engkau bertaubat dan mati?! Itu mungkin lebih baik. Ketimbang engkau hancurkan bangunan akhlak islam yang telah engkau susun begitu lama agar bisa me¬nikmati keindahannya. Engkau tak ubahnya seperti seorang nenek yang menjahit tenunan di malam hari, lalu menghancur¬kannya keesokan hari (dari Al¬hadist).
Akhi ukhti, cinta itu hal yang sepele. Seorang penulis pernah berkata, "Jangan terlalu sering bermimpi Sukab, belajarlah berbahagia dengan apa yang kamu miliki saja. Cinta adalah soal yang biasa menjadi pelik, tapi ia juga bisa menjadi begitu sederhana, kalau kamu bisa belajar hidup dengan apa adanya." (Seno Gumira Ajidarma, Dunia Sukab). Jangan sampai masalah sesepele ini malah menghancurkan bangunan kepribadian dakwah kita.
Jadi, masalah cinta bagi kita sudah jelas. Jalan, arah, dan substansinya juga jelas. Tinggal kita menjelaskan pada diri sendiri, bahwa persoalan cinta ini telah jelas?! Evaluasi ini berakhir disins. Wallahu a'lam.



1 komentar:

  1. Kepada kalian yang sedang menanti hadirnya belahan jiwa…
    Masih perlukah romantisme di saat nasib umat sedang berada di ujung tombak?
    Masih perlukah gejolak asmara tumbuh dan bersemi di jiwa? Membuat otak sibuk memikirkannya, membuat setiap lisan tak henti menyebut namanya, membuat setiap hati tak tenang, resah, dan gelisah menunggu hadirnya.
    Masih perlukah virus merah jambu menjangkiti rongga-rongga hatimu? Melemahkan sendi-sendimu, menggoyahkan benteng pertahananmu, merapuhkan tekadmu, menenggelamkanmu dalam samudera cinta mengharu biru.
    Masih perlukah semua perasaan itu kau pelihara, kau tanam, kau pupuk, kau siram, dan kau biarkan tumbuh subur dalam hatimu?

    Wahai aktivis dakwah, sungguh perasaan itu fitrah! Kau pun sering berdalih bahwa itu adalah anugerah. Sesuatu yang tak bisa dinafikan keberadaanya, tak bisa dielakkan kehadirannya. Cinta memang datang tanpa diundang. Cinta memang tak mampu untuk memilih, kepada siapa dia ingin hinggap dan bersemi. Dia bias menghuni hati siapaun juga, tak terkecuali aktivis dakwah! Sekali lagi, cinta itu fitrah!
    Namun wahai ikhwah yang mewarisi tongkat estafeta dakwah, bisa jadi perasaanmu itu menghalangimu untuk mengoptimalkan kerja dakwahmu.
    Bisa jadi perasaanmu itu mengganggu aktivitas muliamu.
    Bias jadi perasaanmu itu mengusik hatimu untuk mundur dari jalan dakwah yang kau tempuh.
    Bisa jadi perasaanmu itu membelenggumu dalam cinta semu.
    Dan yang terparah, bisa jadi perasaanmu itu megnggeser posisi Rabbmu dalam tangga cintamu.
    Tanpa kau sadari!
    Yang kau ingat hanya dia! yang terbayang adalah wajahnya. Yang kau pikirkan kala dia menjadi partner dakwahmu seumur hidup, membangun pernikahan haroki, menemanimu membina keluarga dakwah dan menjadikannya abi/ummi dari jundi-jundi rabbani…ah indahnya! Yang ada di sholatmu, dia. Yang ada di tilawahmu, dia. Yang ada di bacaan ma’sturatmu, dia. Yang ada di benakmu, dia. Yang ada di aktivitasmu, dia. Hanya ada dia, dia, dia, dan dia!


    Benarkah itu wahai saudaraku?
    Mari kita jawab dengan serentak....na'udzubillahi min dzaalik!
    Ke mana cinta ALLAH dan RasulNya kau tempatkan?
    Di mana dakwah dan jihad kau posisikan?
    Astaghfirullahal 'adziim...
    Dakwah hanya dimenangkan oleh jiwa-jiwa bermental baja, bertekad besi, berhati ikhlas. Orang-orang beriman yang mengatasi persoalan dengan ilmu yang shohih dan memberi teladan dengan amal.
    Perjalanan panjang ini membutuhkan mujahid/ah perkasa yang mampu melihat rintangan sebagai tantangan, yang melihat harapan di balik ujian, dan menemukan peluang di sekeliling jebakan.
    Ke mana militansi yang antum miliki?
    Ke mana ghiroh membara yang antum punya?
    Pejuang sejati adalah mereka yang membelanjakan hartanya di jalan dakwah, menjual dunianya untuk akhiratnya, menorbankan nyawanya demi jihad fisabilillah, menggunakan seluruh waktu dan sisa umurnya untuk memeperjuangkan dan mengamalkan Islam.
    Dakwah TIDAK BUTUH aktivis-aktivis MANJA!
    Dakwah TIDAK BISA DIPIKUL oleh orang-orang CENGENG, MENTAL-MENTAL CIUT, NYALI YANG SETENGAH-SETENGAH, dan GERAK YANG LAMBAN!
    Barisan dakwah harus disterilkan dari prajurit-prajurit yang memiliki sifat-sifat seperti di atas (manja, cengeng, mental ciut, nyali setengah-setengah, ragr-ragu, dan lamban bergerak). Karena, keberadaan mereka hanya akan menularkan dan menyebarkan aroma kelemahan, kerapuhan, kepasrahan, dan kekalahan di tengah-tengah barisan.
    Dakwah butuh pejuang-pejuang tangguh untuk mengusungnya.
    Dakwah butuh orang-orang cerdas untuk memulainya, orang-orang ikhlas untuk memperjuangkannya, orang-orang pemberani untuk memenangkannya!
    Antumlah orang-orang terpilih yang mengukir sejarah itu!

    BalasHapus